Suku Sasak itu etnik asli asal Lombok, NTB. Sampai sekarang 80% penduduk Lombok yaitu suku Sasak. Ada yang bilang dulu nenek moyang berasal dari tanah Jawa menggunakan sampan, leluhur kami mendarat di sebuah pelabuhan yang lurus. Dari kisah inilah konon nama Sasak dan Pulau Lombok berasal. Sasak itu berasal dari kata “Sasak” yang berarti “Sampan”, sedangkan “Lombok” yang berarti “Lurus”. Kata Sak Sak bias berarti juga “Satu” dan kami memaknainya suku Sasak dan Pulau Lombok jadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Salah satu yang kami syukuri atas tanah Lombok yaitu tanahnya yang subur, itu yang membuat sebagian besar dari kami menjadi petani. Semua ini adalah akibat adanya Gunung Rinjani, ini adalah gunung aktif tertinggi (3726 mdpl) kedua di Indonesia. Kami juga menyebutnya gunung kehidupan, karena Rinjani telah mengairi sawah dan desa – desa kami hingga padi pun bias dipanen setahun 2 kali.
Namun kemarau panjang telah melanda, hujan telah lama tak turun. Ini bisa bahaya, sawah kami bisa kering, padi bisa gagal panen dan kebakaran hutan bisa mengancam gunung. Itulah mengapa orang di desa kami memainkan seruling Dewa. Seruling Dewa jadi tradisi paling tua di desa kami. Seni ini digelar untuk mengawali ritual memanggil hujan. Seruling yang dimainkan menjadi jembatan komunikasi antar kami orang Sasak dan para Dewa serta Ruh yang berdiam di Gunung Rinjani. Suara seruling mengiringi lantunan doa yang diucapkan. Ini yang menarik, para penari diharuskan oleh orang yang sudah tua, para kakek dan nenek kami di desa. Bukannya orang muda Sasak tidak bisa menari, tetapi memang keharusannya seperti itu. Orang tua dianggap suci, lebih bisa mengendalikan nafsu duniawi. Mungkin karena itulah, permohonan orang-orang yang kami hormati ini lebih didengar para Dewa.
Pembacaan surat Lontar dimulai. Surat Lontar ini warisan berasal dari abad 14. Berisikan kisah para ksatria yang ditulis dengan huruf Jawa Kuno. Ksatria itu adalah orang-orang yang jujur, yang berani membela keputusan masyarakat. Ia memegang tanggung jawab penting untuk menjaga warga tetap aman, damai, dan sejahtera.
Desa yang tinggali disini bernama Desa Senaru. Kata orang tua dulu, Senaru bersal dari kata “ Sinar Aru” yang artinya terang atau bercahaya. Senaru ada di kecamatan Benayan, kabupaten Lombok Utara. Dari ibukota Nusa tenggara Barat, Mataram bisa ditempuh dalam waktu 2 jam perjalanan. Kalau mau naik ke Gunung Rinjani ya melewati desa ini, desa adat ini sudah ada sejak abad ke 16. Dari dulu, Senaru memang diperuntukkan bagi orang Sasak yang diberi amanat untuk menjaga Gunung Rinjani. Semua rumah yang ada sengaja dipertahankan bentuk tradisionalnya supaya anak cucu kami tahu tentang adat dan leluhur. Ritual memanggil hujan akan berlanjut dengan meruat ke gunung Rinjani, ruat akan dilaksanakan oleh orang-orang terpilih. Sebelum berangkat orang desa akan menyiapkan masakan sebagai bekal untuk melaksanakan tugas mulia. Selain masakan, para kaum ibu juga menyiapkan sesaji yang akan kami bawa nanti, ini persembahan dari kami untuk Dewi Gunung. Sebelum semua itu dibawa, Pemangku pun memberkatinya dengan do’a.
Meruat gunung biasanya dimulai dari Sembalun Lawang inilah padang rumput yang sangat luas di kaki gunung Rinjani. Di musim kemarau sekarang rumput menjadi kering dan mudah tersulut api, kebakaran terjadi beberapa kali, itu sebabnya padang Savanalah yang kami ruat pertama. Do’a keselamatan panjatkan agar gunung selalu terjaga, agar kami selalu tentram tinggal di kakinya. Kami berharap musim baik segera dating mengganti cuaca yang tak menentu yang tengah melanda, sebab pada gunung kami bergantung hidup, tak Cuma bertanian tapi juga sektor wisata.
Rinjani sejak lama menjadi salah satu tujuan wisata utama di Lombok, yang berkunjung tidak hanya dari Indonesia, wisatawan dari seluruh dunia juga banyak yang masuk kesini. Kami orang Sasak, tak segan membagi keindahannya. Untuk menapakiu Rinjani, pendaki bisa lewat dari 3 jalur, Sembalun Lawang, Senaru dan Torean, masing-masing punya tantangan alam yang berbeda. Selain pertanian, wisata Rinjani juga menjadi penopang hidup kami, banyak teman tiang akhirnya jadi porter dan pemandu wisata. Menjadi porter bukan hal yang mudah, soal mbeban berat yang harus dibawa itu nomer 2, namun yang utama bagaimana menjaga kepercayaan yang dititipkan oleh para tamu. Mereka harus tiba lebih dulu di pos yang telah ditentukan, sebab, tugasnya bukan hanya membawa barang, kawan-kawan tiang ini juga merangkap menjadi juru masak ditengah pegunungan, makanya, sampai penggorengan merupakan bawaan wjib, mereka menyebutnya senjata perang. Mendaki gunung itu sudah capek, makanya tamu harus dihibur dengan menu istimewa. Keindahan Rinjani dan makan enak akan menjadi pengalamn yang tidak terlupa. Buat para petualang, gunung ini tak mudah ditaklukan, menjelang puncak bukit pasir menghadang, ibaratnya naik 1 langkah namun runtuhan pasir yang kita pijak bisa membawa turun 4 langah. Buat orang Sasak, ini menambah kuat tekad kami untuk segera sampai ke tempat suci. Orang Sasak punya legenda tentang dewi Anjani, seorang putri raja yang kabur menolak kehendak sang ayahanda, Ruh dewi Anjani pun menjelma menjadi penjaga Gunung Rinjani dan bersemayam di puncaknya.
Sejarah letusan gunung Rinjani dimulai sejak tahun 1847 sampai 2004, telah 9 kali meletus yang berkisar dibagian dalam Kaldera. Kaldera yang sebagian besar terisi air, dan membentuk danau yang dinamakan danau Segara Anak. Segara Anak menjadi sumber mata air yang mengaliri seluruh pulau Lombok, karena itu semualah, tempat ini menjadi favorit para pendaki untuk berkemah. Disini kita bisa melihat gunung Rinjani memulai kehidupan baru, ditengah danau sebuah anak gunung muncul, ia disebut gunung Baru Jari.
No comments:
Post a Comment